>>>> Let's GOOOOO GREEEENNNN.....!!!!!!! <<<<

Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Translate

info:

Silakan beritahukan apabila ada link yang rusak atau hilang.. :D

Kamis, 20 November 2025

Viral Bahan Bakar Jerami "Bobibos": Fakta Ilmiah vs Klaim yang Beredar

Bookmark and Share

Belakangan ini media sosial diramaikan oleh topik "Bobibos", sebuah inovasi bahan bakar alternatif berbahan dasar jerami padi. Klaimnya sangat menggiurkan: performa setara Pertamax Turbo, jarak tempuh lebih jauh, dan harga jauh lebih murah.

Tentu saja, hal ini memicu pro dan kontra. Ada yang mendukung penuh atas nama "karya anak bangsa", ada pula yang skeptis. Namun, mari kita kesampingkan sejenak emosi dan melihatnya dari kacamata sains. Apakah secara ilmiah jerami bisa jadi bahan bakar? Dan apakah klaim efisiensinya masuk akal?

Berikut rangkuman analisis ilmiahnya.

1. Secara Teori: Memang Bisa (Tapi Ada Syaratnya)

Mengubah jerami menjadi bahan bakar bukanlah sihir, itu adalah kimia. Jerami padi mengandung selulosa dan hemiselulosa.

  • Lewat proses kimia, kandungan ini diubah menjadi glukosa (gula).

  • Gula tersebut difermentasi menjadi etanol.

  • Setelah dimurnikan, jadilah Bioetanol.

Jadi, produk akhirnya bukanlah bensin hidrokarbon (seperti Pertalite), melainkan alkohol (etanol). Secara perhitungan stoikiometri kimia (kondisi ideal 100%), 1 ton jerami bisa menghasilkan maksimal sekitar 413 liter etanol.

Namun, itu di atas kertas. Di dunia nyata, mencapai efisiensi 50% saja sudah sangat sulit.

2. Membedah Klaim "Lebih Irit & Jarak Tempuh Jauh"

Salah satu klaim utama adalah bahan bakar ini bisa menempuh jarak lebih jauh. Mari kita cek densitas energinya:

  • Bensin: ~32 Megajoule (MJ) per liter.

  • Etanol: ~21 Megajoule (MJ) per liter.

Fakta: Energi yang dikandung etanol lebih sedikit daripada bensin. Artinya, untuk volume liter yang sama, jarak tempuh bioetanol pasti lebih pendek, bukan lebih jauh. Ini adalah hukum fisika yang tidak bisa diakali.

3. Tantangan pada Mesin Kendaraan

Bisakah bioetanol langsung dipakai di motor/mobil biasa? Bisa, tapi mesin akan "menderita" jika tanpa penyesuaian.

  • Rasio Pembakaran: Mesin bensin butuh rasio udara:bahan bakar 14,7:1. Etanol butuh 9,7:1. Jika dipaksakan, mesin bekerja tidak optimal.

  • Sifat Korosif: Etanol menyerap air (higroskopis) yang berpotensi menyebabkan korosi (karat) pada komponen mesin yang tidak didesain khusus untuk alkohol.

4. Misteri Angka RON (Oktan)

Klaim menyebutkan bahan bakar jerami ini memiliki RON 98. Padahal, etanol murni memiliki RON sekitar 108. Mengapa turun? Ada dua kemungkinan ilmiah:

  1. Masih banyak zat pengotor (kualitas rendah).

  2. Adanya pencampuran (Blending). Jika dihitung, untuk mendapatkan RON 98 dari etanol (108) yang dicampur Pertalite (90), dibutuhkan komposisi sekitar 44% etanol dan 56% Pertalite.

5. Realita Industri: Kenapa Belum Massal?

Jika jerami bisa jadi bahan bakar, kenapa perusahaan raksasa dunia belum melakukannya secara massal? Perusahaan kimia asal Swiss, Clariant, pernah mencoba membuat bioetanol dari limbah pertanian (jerami, bonggol jagung). Secara teknologi berhasil, namun secara ekonomi gagal.

  • Biaya produksi (pengumpulan jerami, transportasi, pre-treatment kimia) jauh lebih mahal daripada harga jualnya.

  • Logistik jerami sangat sulit dikontrol dibanding tebu atau jagung.

Kesimpulan

Inovasi seperti Bobibos tentu memberi harapan bagi kemandirian energi. Namun, klaim bahwa ia "lebih irit, lebih jauh, dan sangat murah" perlu pembuktian ketat.

  1. Secara sains, jerami bisa jadi bahan bakar (bioetanol).

  2. Secara energi, jarak tempuhnya tidak mungkin lebih jauh dari bensin.

  3. Tantangan terbesarnya adalah biaya produksi dan skalabilitas industri.

Kita dukung inovasinya, namun verifikasi data tetap diperlukan agar tidak terjebak pada klaim yang too good to be true.



0 komentar: